DIKSI.CO - Rapat bersama perusahaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bontang dalam kegiatan Forum Corporate Social Responsibility (CSR) di Bali dinilai berlebihan.
Apalagi, rapat yang diikuti puluhan pejabat itu dilaksanakan di sebuah hotel berbintang di kawasan Kuta, Kabupaten Badung.
Dosen Universitas Mulawarman (Unmul) yang juga pengamat politik di Kaltim Herdiansyah Hamzah menyebut rapat di Pulau Dewata itu adalah plesiran satu kampung. Seharusnya ini tidak dilakukan di tengah pandemi Covid-19.
“Ini sih lebih tepat disebut plesiran satu kampung. Bawa rombongan sekampung begitu untuk apa? Dalam situasi pandemi, sangat disayangkan pejabat di daerah justru meninggalkan warganya,” kata Castro, sapaan akrab Herdiansyah Hamzah, Sabtu (11/9/2021).
Dia juga mempertanyakan urgensi rapat itu di Bali. Sebab, urusan CSR menurutnya bukan hal yang mendesak sampai harus dikumpulkan di Bali.
“Bukankah tidak ada yang lebih urgen saat ini selain mengurusi warga yang berjibaku melawan pandemi? Kalaupun memang obrolan soal CSR itu dianggap mendesak, kan tidak perlu pertemuan di Bali, apalagi sambil membawa rombongan satu kampung begitu. Bawa keluarga pula,” paparnya.
Castro menyayangkan anggaran negara digunakan untuk plesiran terselubung ini. Padahal, kepala daerah seharusnya menjadi contoh bagi warga dalam upaya penanganan dan pencegahan penularan Covid-19.
“Lebih parahnya lagi, rombongan ini juga mengikutsertakan petinggi DPRD Bontang, pihak yang seharusnya mengawasi hal-hal macam ini. Jadi bagaimana mungkin fungsi pengawasan berjalan kalau pengawasnya juga ikut serta?,” sambungnya.
Castro menilai, rapat di Bali dengan fasilitas dari perusahaan-perusahaan di Kota Bontang lewat Forum CSR adalah gratifikasi. Sebab, salah satu bentuk gratifikasi bisa dalam bentuk apa saja.
“Jadi ini bisa juga disebut sebagai gratifikasi berjamaah. Dalam penjelasan Pasal 12B UU 20/2001, gratifikasi itu bisa dalam bentuk apa saja. Mulai dari uang, barang, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, dan pemberian dalam bentuk lainnya,” kata Castro.
Dia menyebut, seharusnya para pejabat itu paham dengan situasi saat ini. Rakyat butuh dukungan kuat dari pemimpinnya untuk tetap bertahan di tengah pandemi.
“Jadi ada dua soal dalam perkara ini. Secara etik, jelas plesiran satu kampung itu pertanda pejabat tidak peka dengan kondisi warganya. Dan kedua, plesiran satu kampung ini juga bisa dikualifikasikan sebagai gratifikasi berjamaah,” pungkasnya.
Puluhan pejabat dari Pemkot Bontang bersama DPRD Bontang, Kapolres Bontang, Dandim Bontang, Ketua Pengadilan Negeri Bontang, hingga Ketua Pengadilan Agama Bontang disebutkan sedang berada di Bali untuk sebuah rapat. Dari informasi yang diperoleh wartawan lokal di Kota Bontang, rapat tersebut dilakukan bersama Forum CSR yang beranggotakan perusahaan-perusahaan di kota itu.
Wali Kota Bontang, Basri Rase menyebut, agenda pertemuan ini merupakan aktivitas rutin yang selalu digelar setiap tahun. Namun sejak tahun 2019 lalu, agenda ditiadakan karena pandemi.
“Ini sudah 2 tahun tidak dilaksanakan,” kata Basri melalui sambungan telepon, Kamis (9/9/2021).
Berdasarkan Salinan dokumen yang diterima wartawan, rombongan besar ini akan menginap selama 4 hari, terhitung sejak tanggal 9 hingga 12 September 2021. Mereka akan menginap di sebuah hotel mewah di kawasan Kuta, Kabupaten Badung. (*)
Artikel ini telah tayang di Liputan6.com dengan judul "Rapat Mewah Pejabat Bontang di Bali, Dosen Unmul: Itu Plesiran Satu Kampung" https://m.liputan6.com/regional/read/4655526/rapat-mewah-pejabat-bontang-di-bali-dosen-unmul-itu-plesiran-satu-kampung