DIKSI.CO, SAMARINDA - Tindak pidana pencurian dan pemalsuan data sim card yang diungkap jajaran Satreskrim Polresta Samarinda Senin 8 Maret kemarin masih terus diselidiki lebih lanjut.
Dari ungkapan tersebut, dua pria telah ditetapkan sebagai tersangka. Yakni JC (37) dan AF (21). Kendati demikian, dikatakan Kasat Reskrim Polresta Samarinda, Kompol Yuliansyah kalau saat ini Korps Bhayangkara sedang berfokus mencari dalang penjual data kependudukan yang dibeli kedua pelaku.
"Yang masih kami dalami dia yang menjual jasa untuk meregistrasi NIK (Nomor Induk Kependudukan)," jelas Yuliansyah, Jumat (12/3/2021).
Polisi berpangkat melati satu ini pun meyakini, jika pelaku penjual NIK untuk registrasi sim card merupakan jaringan sindikat nasional.
Sebab melihat mekanisme para pelaku melakukan penjualan, yakni dengan cara daring.
"Kami yakin ini adalah sindikat karena cara transaksinya daring dan ini pasti nasional. Kami sudah berkoordinasi dengan tim cyber Polda (Kaltim) untuk bersama mengungkap ini, dari mana asal NIK-nya dan asal kartunya," bebernya.
Selain itu, lanjut Yuliansyah saat ini pihak kepolisian juga masih mendalami ke mana saja sim card berisi data palsu itu telah didistribusikan para pelaku.
"Jadi ini masih kami pilah yang mana dealernya dan dari mana yang menerima jasa itulah yang kami dalami," tambahnya.
Jaringan penjual sim card berisi data registrasi palsu ini diduga menjadi alat pelaku tindak pidana penipuan. Semisal dengan modus mama minta pulsa.
"Yang menjadi kesulitan kami jika terjadi penipuan online, karena kita tidak tahu dan ini sering terjadi. Ketika ada pelaporan mengenai penipuan online saat kita cek ke provider ternyata namanya berbeda. Itu menjadi konsen kami. Yang kita khawatirkan itu dijadikan untuk tindak pidana," tandasnya.
Diwartakan sebelumnya, Kedua pelaku yang diamankan ialah JC (37) selaku pemilik konter ponsel J Cell di Jalan KS Tubun, Kecamatan Samarinda Ulu dan AF (21) yang merupakan karyawannya.
Dari bilik konter ponsel itu, pelaku telah melakukan pemalsuan data registrasi salah satu provider telekomunikasi ternama berbendera merah sejak 2018 lalu. Dari tangan kedua pelaku, sedikitnya polisi menyita barang bukti berupa 66 ribu kartu perdana, yang mana 50 ribu di antaranya telah teregistrasi dengan data palsu yang dibeli JC melalui sindikat lain secara online dengan nilai Rp200 per datanya.
Untuk melancarkan aksinya, JC dan AF menggunakan beberapa alat bantu, seperti mesin modem pool, yang dapat meregistrasi kartu perdana secara massal. Dari alat tersebut, JC dan AF mengoperasikannya dengan cara memasukan kartu perdana, kemudian disambungkan ke flashdisk berisi data yang hendak diplasukan melalui CPU.
Untuk mengkawinkan data dengan sim card para pelaku menggunakan aplikasi Smart ACT. Dari kerja keduanya, setiap hari diperkirakan mereka mampu melakukan registrasi sim card hingga 1.000 kartu yang dijual seharga Rp10 ribu, hingga Rp20 ribu per buahnya.
Dengan kelengkapan alat bukti, polisi pun telah menaikan status kedua pelaku menjadi tersangka dengan jeratan pasal 51 ayat 1 juncto pasal 35 UU RI No 19/2016 tentang perubahan UU RI No 11/2008 tentang ITE dan pasal 94 juncto pasal 77 UU RI No 24/2013 tentang perubahan atas UU No 23/2006 tentang administrasi kependudukan.
Keduanya pun diancam kurungan badan 12 tahun penjara dan denda Rp12 miliar. (tim redaksi Diksi)