DIKSI.CO, SAMARINDA - Penerapan tarif OPP-OPT pelabuhan terhadap aktivitas bongkar muat yang terjadi di Tanjung Redeb, Kabupaten Berau saat ini dinilai kurang relevan. Sebab perbedaan tarif wilayah paling utara Kalimantan Timur ini dinilai sudah berbanding jauh dengan kawasan pelabuhan di wilayah lainnya.
Maka demikian, untuk mendapatkan penyetaraan tarif, Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) cabang Berau pada Jumat (5/3/2021) siang tadi menyambangi kantor Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Kaltim yang bermarkas di Jalan M Yamin, Kelurahan Sempaja Selatan, Kecamatan Samarinda Utara.
Dalam rapat tersebut, pihak APBMI mengusulkan agar tarif OPP-OPT di pelabuhan Tanjung Redeb tahun ini bisa sama atau paling tidak, selisihnya tidak berbanding jauh dengan tarif di pelabuhan lainnya di Benua Etam.
Disampaikan Ketua DPC APBMI Berau, Juniar Rizal, tarif yang berlaku saat ini mengacu pada kesepakatan tarif antara APBMI, TKBM dan GPEI pada tahun 2017. Namun hingga saat ini pihaknya belum ada membahas tentang tarif penyesuaian yang terbarukan, padahal di Keputusan Menteri 35 tahun 2007, ketentuannya setiap tahun harusnya dilakukan evaluasi penyesuaian tarif.
Ia juga mengatakan, TKBM telah mengirim surat kepada pihak Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat (DPC APBMI Berau) untuk memfasilitasi penyesuaian tarif tersebut.
"Makanya kami diinisiatori oleh TKBM bersurat kepada APBMI sehingga kami memfasilitasi itu untuk penyesuaian tarif ini kepada GPEI Kaltim" ungkap Juniar saat dijumpai siang tadi.
Menurut Juniar, kesepakatan tarif tahun 2017 sama sekali sangat tidak relevan, pasalnya perbandingan antara tarif pelabuhan yang ada di Berau dengan pelabuhan Samarinda, Balikpapan, dan Samboja sangat berbanding jauh.
Pada kesepakatan tarif di 2017 silam, diketahui biaya bongkar muat di pelabuhan Tanjung Redeb hanya berkisar Rp1.731,97.
"Yang terakhir tahun 2017, itu ada tarifnya Rp1.731,97 diberau untuk TKBM. Kalau kita sekarang penyesuaian, mereka yang mengusulkan si buruh bukan kami. TKBM mengusulkan di angka Rp3.500 per metrikton jadi ada penyesuaian sekitar Rp1.700 sekian untuk mencapai ini. Samarinda aja sejak tahun 2014 sudah Rp. 4.990,-, kita dari tahun 2017 masih segini saja. Otomatis kalau buruh TKBM-nya naik, jasa PBM nya juga naik," bebernya.
Juniar berharap, jika kesepakatan sudah diputuskan akhir bulan ini pihaknya sudah bisa langsung menerapkan anggaran terbaru dengan harapan meningkatkan kesejahteraan.
"Kalau bisa per 1 April sudah bisa dilaksanakan," harapnya.
Sementara itu, ketua GPEI Kaltim, Mohammad Hamzah mengatakan pihaknya hanya menjalani ketentuan sesuai peraturan menteri perhubungan. Ia juga mengatakan harus berkoordinasi dengan pengguna jasa di Berau untuk menyusun tarif terbaru yang sedang diajukan.
"Tapi tentu kami tidak akan memutuskan sendiri. Kami akan meminta pendapat para Shipper di Berau sebelum memutuskan," jelas Hamzah.
Lanjut Hamzah, penyetaraan tarif tentu bisa dilakukan. Namun penerapannya tergantung dari faktor ekonomi dan kesejahteraan hidup disetiap wilayah.
"Karena tiap daerah kondisinya berbeda, semua dihitung berdasarkan faktor-faktor. Seperti harga beras, biaya transport, kemudian ekonomi masyarakatnya. Semua sudah ada rumusnya di KM 35 tahun 2007. Rumusan tarif Bongkar Muat mengacu ke situ," katanya.
Selain itu, Hamzah juga mengatakan untuk menyusun tarif di Pelabuhan Berau, GPEI mesti berkoordinasi dan mendengar pendapat para Shipper di Berau.
"Jika para shipper merespon, kita akan langsung libatkan mereka, namun jika mereka tidak merespon kita akan surati lagi. Jika tidak ada respon juga, tentu kita akan mengacu kepada peraturan. Kami setuju dengan target APBMI Berau bahwa di tanggal 30 Maret sudah ada keputusan tentang tarif ini, dan April sudah bisa berjalan. Bisnis harus berjalan. Setiap keputusan harus dibuat cepat jika ketentuan dan syaratnya sudah terpenuhi," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)