DIKSI.CO, SAMARINDA - KPK menetapkan Abdul Gafur Masud, Bupati PPU beserta empat pejabat di PPU dan satu bendahara partai demokrat DPC Balikpapan sebagai tersangka yang menerima suap pengadaan barang & jasa dan perizinan, pada Jumat dini hari (14/1/2022).
AGM diduga menerima suap dan gratifikasi pengadaan barang dan jasa dengan nilai kontrak Rp112 miliar.
Bupati PPU juga diduga menerima suap dari proyek multiyears peningkatan jalan Sotek-Bukit Subur, dengan nilai kontrak Rp58 miliar.
Pembangunan perpustakaan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Tersangka juga diduga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan antara lain perizinan untuk HGU lahan sawit di Kabupaten PPU dan perizinan bleach plant (pemecah batu) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten PPU.
OTT Bupati PPU ini turut mendapat sorotan dari Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Unmul.
SAKSI FH Unmul, merilis OTT Bupati PPU menambah daftar penjang kepala daerah terkena operasi senyap KPK.
Sebelumnya Syaukani (Ex Bupati Kutai Kertanegara 2005), Rita Widyasari (Ex Bupati Kutai Kertanegara 2010-2015), dan Ismunandar (Ex Bupati Kutai Timur) juga dijerat dalam OTT KPK.
SAKSI FH Unmul menyoroti, dominasi penangkapan KPK melalui operasi senyap berkaitan dengan dinasti politik.
Seperti diketahui, dua Bupati Kukar yang ditangkap KPK, Syaukani dan Rita Widyasari, memiliki hubungan ayah dan anak.
Meskipun keduanya ditangkap diwaktu yang berbeda.
Ismunandar, Bupati Kutai Timur, ditangkap KPK bersama sang istri, Encek Unguria, pada tahun 2020 lalu.
Pada saat itu Encek Unguria menjabat sebagai Ketua DPRD Kutai Timur.
"Melihat akar mula deretan kepala daerah yang telah terjerat dalam OTT KPK tentu tidak lepas dari politik dinasti yang menjadi pintu masuknya korupsi. Politik dinasti merupakan potret oligarki politik di Kaltim yang telah lama terjadi," ungkap SAKSI FH Unmul dalam rilis resminya, Jumat (14/1/2022).
Terkait praktik korupsi terhadap barang dan jasa, SAKSI FH Unmul memprediksi akan terus menjamur seiring menyambut Kaltim sebagai Ibu Kota Negara (IKN), juga bidang SDA yang rawan korupsi saat proses perizinan.
"Dengan potensi SDA yang cukup melimpah di Kaltim, tentu saja pengawasan harus dilakukan bersama oleh masyarakat Kaltim," lanjut rilis tersebut.
SAKSI FH Unmul memberikan catatan terkait penetapan AGM sebagai tersangka kasus korupsi suap dan gratifikasi.
SAKSI FH Unmul meminta penegakan hukum yang dilakukan terhadap kasus korupsi Bupati PPU harus dilakukan dengan transparan.
"Mendesak KPK untuk mengusut tuntas siapapun yang terlibat dalam kasus ini, termasuk kemungkinan perkara lain yang sebelumnya kontroversial," paparnya.
SAKSI juga mendesak KPK agar mempertimbangkan penggunaan delik pencucian uang, terutama terkait dengan harta kekayaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Hal ini diperlukan sebagai bagian dari upaya memiskinkan para koruptor.
"Meminta KPK untuk secara ketat mengawasi daerah-daerah yang kental dengan pendekatan politik dinasti dalam mengelola daerah. Karena politik dinasti merupakan pintu masuk terjadinya tindak pidana korupsi," tegasnya. (tim redaksi Diksi)