Selasa, 26 November 2024

Konflik Masyarakat Adat dan Perusahaan, Koalisi Masyarakat Adat Dayak Modang Wai di Long Bentuk Kecam Upaya Pemaksaan dan Kriminalisasi Tokoh Masyarakat

Koresponden:
Achmad Tirta Wahyuda
Kamis, 18 Februari 2021 0:22

Pertemuan masyarakat, pihak perusahaan dan pemerintah Kabupaten Kutim beberapa waktu lalu/IST

DIKSI.CO, SAMARINDA - Konflik tenurial yang terjadi antara masyarakat Desa Long Bentuk dengan PT. Subur Abadi Wana Agung (PT. SAWA) dan PT. Hamparan Perkasa Mandiri (PT. HPM) masih berlarut. 

Dalam pers releasenya, Kamis (18/2/2021,  Koalisi Masyarakat Adat Dayak Modang Wai di Long Bentuk mengecam keras upaya pemaksaan dan kriminalisasi tokoh masyarakat adat Dayak Modang Long Wai, Kutai Timur.

Dengan bentang alam yang kaya akan sumber daya hutan primer, Long Bentuk dan 4 (empat) desa (Long Lees, Long Pejeng, Rantau Sentosa, dan Long Nyelong) yang berbatasan hidup rukun berdampingan tanpa pernah ada konflik.

Hutan dan pranata sosial mengikat dalam satu sistem hukum adat masyarakat Dayak Modang Long Wai masih terjaga dan lestari.

Namun sejak hadirnya PT. Hamparan Perkasa Mandiri melalui Surat Keputusan Bupati Kutai Timur Nomor 27/02.188,45/HK/I/2006 tentang Izin Lokasi Perkebunan a.n PT. HPM seluas ±12.180 ha di Kecamatan Busang tanggal 19 Januari 2006 dan Surat Keputusan Bupati Kutai Timur Nomor 22/02.188.45/HK/I/2006 tentang Izin Lokasi Perkebunan a.n PT. SAWA seluas ±14.350 ha di Kecamatan Busang tanggal 18 Januari 2006, izin yang dikeluarkan oleh Bupati Kutai Timur sebagian konsesi PT. SAWA seluas ± 4.000 hektar serta sebagian konsesi PT. HPM seluas ± 3.000 masuk tanpa izin ke wilayah adat dayak Modang Long Wai di Long Bentuk disampaikan, mengakibatkan kehancuran sumber daya alam yang merupakan sumber kehidupan masyarakat lokal dan juga sebagai ruang yang menjamin keselamatan hidup masyarakat. 

Sejengkal tanah yang hilang bukan berarti hilangnya harta berupa hutan beserta isinya, tapi juga mengancam kearifan lokal dan peradaban yang hidup diatasnya.

Pemerintah Kabupaten Kutai Timur yang seharusnya menjadi pengayom dan memiliki kewajiban untuk mensejahterakan masyarakat justru menjadi ancaman bagi Sumberdaya Alam di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Atan, ekosistem hutan, sumber-sumber penghidupan masyarakat Desa Long Bentuk, dan terjadinya konflik horizontal dengan mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Tahun 2015 Nomor 130/K 905/2015 tentang Penetapan Batas Administrasi antar Desa Long Bentuk, DesaRantau Sentosa, Desa Long Pejeng Kecamatan Busang dan Desa Long Tesak di Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur yang tidak mengakomodir perjanjian antar desa pada tahun 1993.

Padahal nota kesepakatan yang telah dibuat antar Desa berbatasan dengan Desa Long Bentuk tersebut tidak pernah dicabut dan diubah. 

SK Bupati Tahun 2015 tersebut, sebagian wilayah Long Bentuk masuk ke wilayah Long Pejeng dan Long Lees.

Dan berdasarkan SK Bupati Tahun 2015, PT. HPM dan PT. SAWA merasa memiliki hak menggarap hutan yang berdasarkan peta tahun 1993 masih dan sah berada di wilayah Desa Long Bentuk.

Kronologi Upaya Kriminalisasi Tokoh Masyarakat

Selama 15 tahun masyarakat adat dayak Modang Long Wai sudah melakukan upaya penolakan terhadap PT. HPM dan PT. SAWA, namun tidak pernah mendapatkan tanggapan positif dari pemerintah dan juga niatan baik dari PT. HPM serta PT. SAWA terkait penyelesaian tuntutan masyarakat adat dayak Modang Long Wai di Long Bentuk atas hak ulayat mereka yang digusur dan ditanami sawit tanpa persetujuan masyarakat adat dayak Modang Long Wai di Long Bentuk. 

Puncaknya pada 30 Januari 2021 masyarakat adat Dayak Modang Long Wai di Long Bentuk melakukan aksi penutupan akses mobilisasi pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) dan buah sawit milik PT. HPM serta PT. SAWA di Kilo Meter 16.

Saat aksi berlangsung, Daud Lewing (Kepala Adat), Benediktus Beng Lui (Sekretaris Adat), dan Elisason (perwakilan dari Dewan Adat Dayak Kalimantan Timur) dipanggil oleh Kepolisian Resort Kutai Timur dengan surat panggilan pada tanggal 05 Februari 2021 (panggilan I) dan surat panggilan pada tanggal 08 Februari 2021 (panggilan II) namun panggilan tersebut tidak dihadiri oleh mereka.

Ketiga tokoh tersebut  dipanggil sebagai saksi dalam perkara tindak pidana.

“Barang siapa dengan sengaja membinasakan,membuat hingga tidak dapat di pakai lagi atau merusakkan suatu pekerjaan untuk lalu lintas bagi umum merintangi suatu jalan umum, baik jalan di darat maupun jalan di air,atau merintangi sesuatu tindakan yang di ambil untuk keselamatan bagi pekerjaan, atau jalan yang serupa itu dan atau setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan didalam ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 Ayat (1)” sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 192 KUH Pidana dan atau pasal 63 ayat (1) UU nomor 38 tahun 2004.

Adanya surat panggilan Kepolisian Resort Kutai Timur terhadap ketiga tokoh tersebut patut diduga sebagai upaya pihak tertentu untuk mengkriminalisasi tokoh masyarakat adat yang ingin mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak masyarakat adat Dayak Modang Long Wai yang telah tinggal di Desa Long Bentuk secara turun temurun dan merupakan desa tertua di Kecamatan Busang. 

Padahal aksi masyarakat adat melakukan penutupan akses mobilisasi pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) dan buah sawit milik PT. HPM serta PT. SAWA di Kilo Meter 16 itu sudah sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus. 

“Setiap angkutan batubara dan hasil Perusahaan Kelapa Sawit dilarang melewati jalan umum” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1)”. 

Menindaklanjuti aksi penutupan akses mobilisasi pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) dan buah sawit milik PT. HPM serta PT. SAWA di Kilo Meter 16 tersebut, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur mengundang masyarakat adat Dayak Long Wai dan PT. SAWA untuk hadir pada hari rabu, tanggal 10 Februari 2021 dalam rapat Fasilitasi Membahas Permasalahan Tuntutan Adat Dayak Desa Long Bentuk Kepada PT. SAWA dan PT. HPM di Sangatta.

Masyarakat Desa Long Bentuk mengutus Benediktus Beng Lui, Heri Kiswanto Sitohang, SVD dan Bapak Elisason untuk menghadiri rapat tersebut. 

Pertemuan 10 Februari 2021 di ruang rapat Arau lantai 2 Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur di pimpin oleh Plt. Bupati Kutai Timur dan di hadiri oleh instansi terkait di Kabupaten Kutai Timur, Kapolres, Kodim 9090 Kutai Timur, Camat Busang, Kepala Desa Long Bentuk, Desa Rantau Sentosa, Long Nyelong, Dewan Adat Dayak Kalimantan Timur, Dewan Adat Dayak Kutai Timur.

Pertemuan tersebut menghasilkan 4 point kesepakatan, adapun hasil rapat tersebut :  

1. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur menegaskan bahwa batas desa long bentuq mengacu pada surat keputusan bupati kutai timur nomor: 130/K.905/2015 tentang penetapan batas administrasi antara desa long bentuq, Desa Rantau Sentosa, Desa Long Pejeng di Kecamatan Busang dan Desa Long Tesak di Kecamatan Muara Ancalong Kabupaten Kutai Timur.

2. Perubahan garis batas desa long bentuq dapat di usulkan melalui mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

3. Masyarakat desa long bentuq menyatakan untuk tidak melakukan aksi demo, pemortalan dan/atau kegiatan lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

4. PT. Subur Abadi Wana Agung (PT.SAWA) akan melaksanakan kewajiban pembangunan kebun plasma (rencana lokasi berada pada areal PT. Hamparan Perkasa Mandiri (PT.HPM)), kemitraan, CSR serta pemberdayaan masyarakat desa long bentuq yang pelaksanaannya di fasilitasi oleh camat dan kepala desa long bentuq.

Dalam pertemuan tersebut, Beng Lui selaku sekertaris adat menjelaskan bahwa:

“Hasil pertemuan ini bertolak belakang dan tidak menjawab tuntutan masyarakat Dayak Modang Long Wai di Long Bentuk, tapi kita sudah maksimal dalam pertemuan dengan berbagai pertimbangan seperti tekanan dari para pihak, laporan dari desa-desa tetangga, akan ada pembubaran masa yang aksi di long bentuk serta indikasi penahan benediktus beng lui kalau tidak menyepakati hasil pertemuan, sehingga kami sepakati dengan berat hati,” tulis Beng Lui dalam pers release yang beredar.

Pembahasan hasil pertemuan berlanjut.

Setelah pulang dari Sanggata, Beng Lui dan rekan-rekan perwakilan masyarakat adat langsung mengadakan pertemuan untuk membahas hasil rapat Fasilitasi Membahas Permasalahan Tuntutan Adat Dayak Desa Long Bentuk Kepada PT. SAWA dan PT. HPM di Sangatta. 

Masyarakat memutuskan untuk menolak kesepakatan yang tidak berimbang tersebut melalui surat penolakan hasil rapat Fasilitasi Membahas Permasalahan Tuntutan Adat Dayak Desa Long Bentuk Kepada PT. SAWA dan PT. HPM yang ditujukan kepada Plt. Bupati Kutai Timur. Masyarakat adat Dayak Modang Long Wai tetap akan berjuang merebut wilayahnya kembali, untuk itu HGU harus keluar dari seluruh wilayah adat Dayak Modang Long Wai.

Atas kondisi diatas, Koalisi Masyarakat Adat Dayak Modang Long Wai di Long Bentuk Dalam rangka penyelesaian Konflik Tenurial yang terdiri dari WALHI Kaltim, Perkumpulan Nurani Perempuan, Justice, Peace and integration of creation (JPIC) SVD Distrik Kalimantan Timur, Komisi Keadilan dan Perdamaian (KKP) Kasri, Perkumpulan PADI Indonesia, LBH Samarinda, JATAM Kaltim, Pokja 30, dan AMAN Kaltim mengecam upaya pemaksaan dan kriminalisasi tokoh adat Dayak Modang Long Wai. 

“Kami menilai bahwa ekspansi PT. HPM dan PT. SAWA hanya menguntungkan perusahaan tanpa memperhatikan hak-hak masyarakat adat Dayak Modang Long Wai di Desa Long Bentuk, untuk itu mendesak negara dalam hal ini Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menyelesaikan konflik tenurial di Desa Long Bentuk serta memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat adat,” pungkasnya. (tim redaksi Diksi)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews