DIKSI.CO, SAMARINDA - Wali Kota Samarinda Andi Harun menanggapi pernyataan kontroversial dari salah satu anggota DPRD Samarinda terkait indikasi pemungutan liar (pungli) dalam proses penerbitan Izin Membuka Tanah Negara (IMTN).
Dalam tanggapannya, Andi Harun menegaskan bahwa aparat pemerintah kota yang terlibat dalam praktik pungli akan dikenai sanksi tegas.
"Siapapun Anggota Dewan itu harus memiliki bukti yang konkret. Jangan hanya asal menuduh tanpa bukti yang kuat," ujar Andi Harun
Ia juga menekankan bahwa tudingan tanpa bukti bisa menimbulkan keresahan di kalangan pegawai, serta dapat mengganggu stabilitas kinerja pemerintahan.
Andi Harun menggarisbawahi pentingnya menjaga stabilitas dalam menjalankan tugas pemerintahan.
"Kita tidak boleh lepas kendali atas situasi yang bisa mempengaruhi kinerja pegawai," ucapnya.
Ia menjelaskan bahwa semua biaya pengurusan terkait IMTN ditanggung oleh pemohon.
Pihaknya juga menegaskan bahwa pemerintah kota tidak melakukan pungutan liar terhadap proses tersebut.
"Biaya pengurusan ditanggung oleh pemohon. Kami hanya mengenakan retribusi standar sesuai dengan peraturan yang berlaku," tegasnya.
Ia juga memberikan kesempatan kepada anggota DPRD yang bersangkutan untuk membuktikan tudingannya.
"Jika ada bukti yang valid, saya siap menerima laporan tersebut dalam waktu 24 jam," ujarnya.
Dalam menjalankan tugasnya, Andi Harun menegaskan komitmennya untuk memberantas praktik pungli di lingkungan pemerintahan.
"Tidak ada tempat bagi kegiatan publik yang tidak jelas dan merugikan masyarakat," pungkasnya.
Sebelumnya Anggota Pansus, Joni Sinatra Ginting menyoroti potensi praktik pemungutan liar (pungli) yang terjadi selama proses peninjauan dan pengukuran lokasi tanah untuk penerbitan Izin Mendirikan Tempat Usaha (IMTN). Menurutnya, biaya yang dikenakan cukup tinggi dan bervariasi, tergantung pada negosiasi harga.
"Dalam Peraturan Wali Kota Samarinda Nomor 14 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan IMTN, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) memiliki kewenangan untuk memberikan rekomendasi terkait penerbitan IMTN," jelas Joni.
Menurut Joni biaya kunjungan atau survei seharusnya tidak melebihi Rp 125.000,- per hektare.
Namun, kenyataannya, biaya tersebut bervariasi.
"Pentingnya penyelesaian atas praktik pemungutan liar ini oleh Dinas PUPR agar tidak menimbulkan protes masyarakat dan masalah hukum lebih lanjut," pungkasnya. (*)