Ketua BK DPRD Kaltim Ungkap Ternyata Sosok AG Sering Offside Secara Etik dan Kelembagaan

DIKSI.CO – Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kalimantan Timur, Subandi, mengungkapkan bahwa pemanggilan terhadap anggota dewan berinisial AG ke ruang BK tidak hanya berkaitan dengan dugaan pelanggaran etika melalui ujaran bernuansa SARA, tetapi juga karena sejumlah tindakan lain yang dianggap melangkahi batas kewenangan dan tidak sesuai tupoksi komisinya.
“Jadi bukan hanya soal unggahan di media sosial saja. Ada beberapa langkah beliau (AG) yang menurut kami sudah melampaui tugas dan fungsinya di Komisi II DPRD Kaltim,” kata Subandi, Rabu (15/10/2025).
Subandi menjelaskan, sikap AG beberapa kali dinilai “offside secara etik dan kelembagaan”, salah satunya ketika terlibat langsung dalam urusan tenaga honorer di lingkungan Pemerintah Provinsi Kaltim beberapa waktu lalu.
Menurut Subandi, tindakan itu seharusnya dilakukan melalui mekanisme resmi DPRD, bukan dengan langkah pribadi yang bisa menimbulkan kesan politis.
“Contohnya soal tenaga honorer di kantor gubernur. Itu kan bukan wilayah langsung Komisi II. Apalagi, cara penyampaiannya juga dilakukan di luar mekanisme hearing resmi. Seharusnya, kalau ingin menyampaikan persoalan seperti itu, ya panggil pihak terkait panggil dinas, biro kepegawaian, dan lakukan rapat resmi,” tegasnya.
Subandi menyebut, sejauh ini BK DPRD Kaltim belum menjatuhkan sanksi resmi, melainkan baru memberikan teguran lisan kepada AG agar lebih berhati-hati dan memahami batas tugasnya sebagai wakil rakyat.
“Kalau resmi belum, baru teguran secara lisan. Kami sampaikan bahwa sikap beliau ini kurang pas. Karena beberapa kali sudah kami ingatkan agar jangan melewati batas tugas dan tanggung jawab komisi,” ujarnya.
Sebagai informasi, Komisi II DPRD Kaltim tempat AG bernaung memiliki tugas dan wewenang di bidang perekonomian dan keuangan daerah.
Komisi ini membidangi antara lain urusan pertanian, perindustrian, perdagangan, koperasi, UMKM, investasi, serta pengelolaan keuangan daerah dan aset pemerintah provinsi.
Dengan demikian, langkah-langkah yang bersinggungan dengan urusan tenaga kerja pemerintahan apalagi kepegawaian ASN dan honorer sebenarnya bukan menjadi domain langsung Komisi II.
“Kalau soal tenaga honorer itu masuknya ke urusan pemerintahan, birokrasi, dan infrastruktur pelayanan publik. Itu ranahnya Komisi III, bukan Komisi II,” terang Subandi.
Adapun Komisi III DPRD Kaltim membidangi pembangunan, infrastruktur, serta pemerintahan umum dan kepegawaian daerah.
Ruang lingkupnya meliputi koordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Badan Kepegawaian Daerah, serta Biro Pemerintahan dan Kesra Sekretariat Daerah Provinsi Kaltim.
Dengan demikian, segala isu yang berkaitan dengan pengangkatan tenaga honorer, ASN, dan kebijakan aparatur sipil negara seharusnya dibahas dalam rapat Komisi III, bukan ditangani langsung oleh anggota Komisi II secara personal.
Subandi menilai, AG perlu memahami kembali batasan kerja antar-komisi agar tidak terjadi tumpang tindih atau salah tafsir di mata publik.
“Kalau setiap anggota jalan sendiri-sendiri tanpa memperhatikan bidang kerjanya, lembaga ini bisa dianggap tidak solid. Padahal fungsi komisi sudah dibagi sesuai bidangnya,” ujarnya.
Meski demikian, Subandi menegaskan bahwa langkah BK tidak serta-merta bersifat menghukum. BK, katanya, tetap mengedepankan pembinaan etik dan klarifikasi agar setiap anggota DPRD bisa memperbaiki diri.
“Kami paham anggota dewan juga punya semangat mengawal aspirasi rakyat, tapi caranya harus tetap sesuai mekanisme. Kalau mau mengkritisi atau menindaklanjuti keluhan publik, gunakan jalur resmi, rapat dengar pendapat, bukan lewat media sosial atau tindakan pribadi,” tuturnya.
Ia juga menambahkan, setiap anggota dewan memiliki kewajiban menjaga wibawa dan martabat lembaga legislatif. BK, kata dia, tidak menutup kemungkinan akan memberikan peringatan tertulis jika sikap serupa terulang di kemudian hari.
“Kami harap ini jadi pembelajaran bersama. Jangan sampai karena semangat pribadi, malah menimbulkan kesan arogansi atau tidak paham etika jabatan,” pungkas Subandi.
BK menilai kedua persoalan ini menunjukkan pentingnya setiap anggota dewan menjaga batas komunikasi dan kewenangan politiknya, baik di ruang publik maupun dalam pelaksanaan tugas formal.
Subandi memastikan proses evaluasi dan keputusan final BK akan diumumkan setelah seluruh anggota kembali lengkap untuk menggelar rapat pleno.
“Kami jaga marwah lembaga ini. Tidak boleh ada anggota yang bertindak di luar kewenangan,” tutupnya.
(*)