Selasa, 26 November 2024

Isran Mengeluh Soal Pengalihan Izin Tambang ke Pusat, Jatam Kaltim Sebut Gubernur Mengeluh Palsu

Koresponden:
Er Riyadi
Rabu, 17 Maret 2021 11:44

Dinasmisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang/Diksi.co

DIKSI.CO, SAMARINDA - Sejak Desember 2020 tahun lalu, perizinan pertambangan telah beralih dari pemerintah provinsi ke pemerintah pusat.

Hal itu diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020, atau biasa disebut undang-undang pertambangan.

Isran Noor, Gubernur Kaltim mengeluhkan kebijakan tersebut. Bahkan Isran bercurhat bahwa pengalihan perizinan tambang ke pusat ini berdampak pada maraknya aktivitas tambang ilegal di Bumi Mulawarman.

"Sekarang perusahaan tambang semakin maju dan berkembang setelah izin usaha ditarik ke Jakarta kemajuannya luar biasa sekarang. Belum ada izin aja sudah di tambangnya. KPC atau karungan prima coal semakin berkembang," ungkap Isran, beberapa waktu lalu.

Banyaknya tambang ilegal yang beroperasi di Kaltim ini, berdampak pada potensi kerusakan jalan negara dan jalan di daerah-daerah

"Jalan-jalan negara dan daerah dipakainya. Ini siapa yang menangung bebannya, pemerintah. Jalan-jalan rusak, pemerintah daerah yang bertangung jawab," jelasnya.

Keluhan orang nomor 1 di Kaltim itu direspon oleh Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim.

Pradarma Rupang, Dinamisator Jatam Kaltim mengungkap terlambat bagi Gubernur Kaltim mengeluh soal pengalihan wewenang pertambangan.

"Terlambat Pemprov Kaltim baru mengeluh sekarang. Kemarin kemana aja saat rancangan undang-undang ini dibahas. Setelah disahkan baru berteriak," kata Rupang, dihubungi Rabu (17/3/2021).

Mestinya menurut Rupang, pemprov dalam hal ini Gubernur Kaltim berupaya mendesak pemerintah menghilangkan poin-poin yang dapat merugikan daerah.

Desakan itu mestinya disampaikan sesaat setelah draf undang-undang dikeluarkan pusat.

"Ketika draf undang-undang itu keluar, pemprov diam. Mereka justru tidak mengkritik," jelasnya.

Melihat kondisi itu, Rupang menilai Gubernur Kaltim mengeluh palsu, karena curhat tanpa tindakan pemboikotan terhadap pusat.

"Mengeluhnya itu palsu, hanya diplomatis. Tidak melakukan boikot daerah kepada pusat," tegasnya.

"Harusnya Pemprov melakukan boikot layanan misalnya. Boikot kemudahan layanan bagi perusahaan. Bahkan melaporkan sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Temuan dan fakta-fakta ketusakan lingkungan oleh aktivitas perusahaan tambang," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews