DIKSI.CO, SAMARINDA - Pada Selasa (31/8/2021) lalu, Mahkamah Partai Golkar menerbitkan surat perihal penjelasan hukum, terkait pengusulan pergantian pimpinan DPRD Kaltim.
Dalam surat tersebut ada 4 poin penjelasan mahkamah partai, di antaranya kepaniteraan Mahkamah Partai Golkar telah melakukan pencatatan terhadap permohonan dari Makmur HAPK.
Selain itu, Mahkamah Partai Golkar (MKG) juga melakukan penunjukan hakim panel, juga menyatakan belum menerbitkan surat penangguhan atau penundaan pemberlakukan surat DPP.
Pada poin ke 4, dalam surat tersebut selama belum ada putusan bersifat final dan mengikat, maka surat DPP tertanggal 16 Juni 2021, perihal persetujuan PAW pimpinan DPRD Kaltim, tetap sah dan berlaku.
Menanggapi surat tersebut, Fraksi Golkar DPRD Kaltim langsung melakukan rapat internal pada Sabtu (4/9/2021) kemarin, di Sekretariat DPD Golkar Kaltim.
Nidya Listiyono, Sekretaris Fraksi Golkar DPRD Kaltim menyampaikan pihaknya akan berupaya menyampaikan dan menjalankan arahan dari Mahkamah Partai Golkar, ke DPRD Kaltim.
"Kita perlu ingat, ini hak prerogatif partai kan, maka semua anggota wajib tunduk dan patuh lah. Terhadap instruksi partai," kata Tio, sapaan akrabnya dihubungi Minggu (5/9/2021).
Merespon sengketa yang masih berjalan di mahkamah partai, pihaknya mengikuti proses yang ada. Termasuk persidangan yang akan digelar panitera.
Hanya saja menurutnya, proses sengeta di mahkamah partai jangan sampai menghentikan proses pergantian Ketua DPRD Kaltim.
"Terhadap hak mengajukan gugatan ke mahkamah partai gak ada masalah, silahkan aja. Tetapi di satu sisi kan tidak boleh juga menghentikan proses pergantian," jelasnya.
DPD Partai Golkar Kaltim telah memberikan waktu sanggah selama 15 hari, bahkan 60 hari untuk melakukan proses hukum. Hal itu menurut Tio sudah dilakukan partai.
Untuk itu, pihaknya meminta pihak-pihak yang tidak menerima kebijakan ini berlaku bijaksana.
"Jadi gak boleh juga kemudian disuruh nunggu. Kami sudah beri waktu 15 hari, minta 60 hari sudah juga. Jadi ya tinggal kita sama sama bijak lah," imbuhnya. (*)
PAW Tunggu Proses
Dengan terbitnya surat dari Mahkamah Partai Golkar, Fraksi Golkar di DPRD Kaltim bakal melanjutkan proses pergantian Ketua DPRD Kaltim.
Dari yang sebelumnya diduduki Makmur HAPK, beralih ke Hasanuddin Masud.
Nidya Listiyono mengaku dirinya belum mengetahui kapan proses PAW dapat dilakukan.
"Kalau tanggal ya sesegera mungkin, tapi kan prosesnya harus tetap berjalan secara administrasi," paparnya.
Berbagai tahapan mesti dilalui sebelum proses peralihan pimpinan DPRD. Setelah ada pengumuman pergantian lewat paripurna, kemudian disampaikan ke Gubernur Kaltim.
Gubernur lalu meneruskan pergantian Ketua DPRD Kaltim Mendagri.
"Tentu prosesnya akan kami tunggu, kapannya nah ini yang tidak bisa diprediksi. Tapi sesegera mungkin. Kepastian menunggu prosesnya, karena ada pihak pohak termasuk Mendagri yang mengeluarkan nantinya," tegasnya. (*)
Kuasa Hukum Makmur: Itu Surat Penjelasan, Bukan Keputusan
Terbitnya surat dari Mahkamah Partai Golkar tersebut juga turut direspon oleh pihak Makmur HAPK.
Melalui kuasa hukumnya, Abdul Rokhim, menjelaskan surat itu merupakan penjelasan dari Mahkamah Partai Golkar ke DPP maupun DPD. Untuk itu, surat tersebut tidak bersifat keputusan.
"Lucunya di poin 4 itu, itu kan masukan bukan putusan. Tapi seolah-olah ada putusan serta merta itu gak boleh. Belum ada putusan mahkamah partai," ungkap Abdul Rokhim, Minggu (5/9/2021).
Tuntutan pembatalan persetujuan pergantian Ketua DPRD Kaltim oleh DPP masih tetap akan berproses di mahkamah partai.
Rokhim juga menegaskan, mestinya sengeta disidangkan terlebih dahulu, apapun hasilnya lalu dijalankan.
"Mestinya itu disidangkan dulu, kalau bicara penjelasan maka tidak boleh mahkamah partai memberikan putusan itu, lari kemana mana itu," paparnya.
Poin 4 dalam surat mahkamah partai dianggap absurd lantaran berbada keputusan, padahal panitera belum mengagendakan sidang sengketa yang dilayangkan pihak Makmur HAPK.
"Ada dua kemungkinan, mahkamah partai tidak mengerti hukum acara. Mahkamah partai tidak boleh mengeluarkan itu yang menolak atau menerima," tegasnya.
"Harusnya poin nomor 4 tidak ada dalam surat penjelasan hukum ini. Kalau mau fair, harusnya poin 4 itu tidak ada. Surat mahkamah jadi absurd jadinya," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)