Senin, 25 November 2024

Golkar Mau Sewa Aset Tanah Pemerintah? Tak Semudah Itu Ferguso 

Koresponden:
diksi redaksi
Kamis, 1 Juli 2021 8:56

Grafis artikel Golkar Mau Sewa Aset Tanah Pemerintah? Tak Semudah Itu Ferguso/ Diksi.co

DIKSI.CO, SAMARINDA - Persoalan kedatangan pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke salah satu aset pemerintah kota di Samarinda, kembali dijelaskan oleh Wali Kota Samarinda, Andi Harun
Hal itu, ia sampaikan melalui akun Facebook pribadinya @Andi Harun, Kamis (1/7/2021). 

"Rabu (30/6), Pemkot Samarinda bersama KPK melaksanakan Rapat Evaluasi dan Monitoring Pelaksanaan Rencana Program Aksi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi. Ada 4 (empat) hal yang menjadi fokus dalam dalam rapat tersebut : 1. Sertifikasi aset; 2. Penertiban aset; 3. Capaian MCP 4. Kunjungan ke lokasi aset," tulisnya. 

"Dengan demikian sangat jelas bahwa konsentrasi dalam hal evaluasi & monitoring dalam agenda tersebut adalah mengenai tata kelola aset Pemerintah Kota Samarinda," jelasnya. 

Mengenai kedatangan Wali Kota dan juga KPK, Andi Harun sebut hal itu adalah berdasar hukum. 

"Kedatangan Walikota Samarinda bersama KPK RI menyambangi aset milik Pemerintah Kota Samarinda sendiri, juga jelas dan terang adalah berhak dan berdasar hukum. Justru, penyataan yang keluar dari konteks itu yang tidak mencerminkan pro pencegahan & pemberantasan korupsi," ujarnya. 

Andi Harun juga menyertakan beberapa gambar copy sertifikat bukti aset Pemkot Samarinda yang sampai saat ini masih dimanfaatkan oleh DPD Golkar Kaltim sebagai lokasi kantor. 

"Dalam attachment gambar, saya lampirkan copy sertifikat sebagai bukti aset Pemkot Samarinda yang hingga saat ini masih dimanfaatkan oleh DPD Partai Golkar Kaltim walaupun sudah menjadi temuan BPK RI sejak tahun 2013. Pernyataan bahwa ada opsi sewa menyewa perlu saya tegaskan bahwa pemerintah harus netral terhadap semua partai politik. Itu sebabnya dalam hukum, tidak boleh aset pemerintah dilakukan apakah itu sewa menyewa, pinjam pakai atau hibah kepada salah satu partai politik. Dalam perspektif hukum, hal ini sangat clear, jelas, dan terang," ujarnya. 

Di akhir penjelasan, ia juga masih memberikan opsi tabayyun untuk persoalan ini. 

"Namun apabila penjelasan di atas masih kurang, saya mengajak berdialog terbuka di depan publik mengenai hal ini. Kita libatkan para pakar di bidangnya bila dianggap perlu, sebagai sarana bertabayyun (mengkofirmasi) duduk masalahnya secara baik dan benar. Akhirnya, mungkin apabila Sdr. Rudi Mas’ud terlebih dahulu lebih cermat, teliti, dan memiliki pengetahuan cukup mengenai hal di atas mungkin akan memberi respon yang proporsional dan terkesan cerdas. Wallahu a’lam bish-shawab," tulisnya.

Sebelumnya, usai kedatangan KPK ke kantor DPD Golkar Rabu kemarin, muncul opsi adanya sewa aset yang disampaikan pihak dari Golkar, yakni Mursidi Muslim. 

Lebih lanjut, hal yang menarik dari postingan Andi Harun itu, yakni pada poin aset pemerintah tak boleh dilakukan sewa menyewa, pinjam pakai atau hibah ke partai politik. 

Tim redaksi ikut lakukan browsing mengenai hal itu.  Perihal hal ini, pernah dijelaskan oleh Mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra. 

Dikutip dari Kompas.com. Yusril mengatakan kegiatan politik tak boleh dilakukan menggunakan aset milik pemerintah.

"Jadi kalau kegiatan politik dilakukan atas nama partai atau perseorangan yang berkaitan dengan jabatan, dia tidak boleh menggunakan aset pemerintah pusat atau daerah," kata Yusril di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (21/3/2016) lalu. 

Secara prosedur, ada tiga kategori dalam penggunaan aset pemerintah, antara lain pinjam pakai, sewa-menyewa dan dihibahkan. Meskipun tidak masuk dalam tiga kategori tersebut, kegiatan politik tak boleh dilakukan menggunakan aset pemerintah.

"Sebagaimana juga kalau ada sewa-menyewa juga tidak boleh digunakan untuk partai politik," ujar Yusril.

Lebih lanjut, mengenai apakah partai politik dapat memiliki tanah dengan hak milik atau tidak, dapat dilihat pada ketentuan Pasal 21 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”). 
Dalam pasal tersebut, diatur bahwa yang dapat mempunyai hak milik adalah:

1.    Warga Negara Indonesia.
2.    Badan-badan Hukum yang ditunjuk oleh Peraturan Pemerintah.
Partai politik tidak termasuk sebagai salah satu badan hukum yang dapat mempunyai tanah hak milik berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah.

Partai Politik sebagai Badan Hukum

Partai Politik (“Parpol”) menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (“ UU Parpol”) adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Partai politik harus didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk menjadi badan hukum.[1] Untuk menjadi Badan Hukum, Partai Politik harus mempunyai:
1.    Akta Notaris pendirian Partai Politik;
2.    Nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh Partai Politik lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
3.    Kepengurusan pada setiap provinsi dan paling sedikit 75% dari jumlah kabupaten/kota pada provinsi yang bersangkutan dan paling sedikit 50% dari jumlah kecamatan pada kabupaten/kota yang bersangkutan;
4.    Kantor tetap pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir pemilihan umum; dan
5.    Rekening atas nama Partai Politik.

Pemegang Hak Milik
Mengenai apakah Parpol dapat memiliki tanah hak milik atau tidak, dapat dilihat pengaturannya pada Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”). Dalam pasal tersebut, diatur bahwa yang dapat mempunyai hak milik adalah:
1.    Warga Negara Indonesia.
2.    Badan-badan Hukum yang ditunjuk oleh Peraturan Pemerintah.

Apa sajakah badan hukum yang dapat mempunyai hak milik? Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah, badan-badan hukum yang dapat mempunyai tanah hak milik, yaitu:

a.    Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut Bank Negara);
b.    Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasar atas Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 (Lembaran-Negara Tahun 1958 No. 139);
c.    Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Agama;
d.    Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial.

Sebagaimana diuraikan di atas, memang Partai Politik merupakan badan hukum, akan tetapi tidak termasuk Badan Hukum yang ditetapkan pemerintah sebagai subjek hak milik. Jadi, dengan demikian Partai Politik tidak dapat menjadi subjek hak milik atas tanah. (*) 

Dasar hukum:
1.    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
2.    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011;
3.    Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah.
Daftar Pustaka: 
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5801b4eee034a/apakah-partai-politik-dapat-mempunyai-hak-milik-atas-tanah
https://megapolitan.kompas.com/read/2016/03/21/15181821/Yusril.Kegiatan.Politik.Tak.Boleh.Gunakan.Aset.Pemerintah.

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews