Sabtu, 23 November 2024

Geger Hasil Positif dari Rapid Test Covid-19, Bagaimana Sebenarnya Tes Cepat Ini Bekerja?

Koresponden:
Er Riyadi
Rabu, 8 April 2020 5:24

Andi M. Ishak, Plt Kepala Dinas Kesehatan Kaltim/ Diksi.co

DIKSI.CO, SAMARINDA - Kabar meninggalnya seorang perempuan, berusia 39 tahun, membuat heboh karena hasil rapid test yang bersangkutan positif.

Pasien itu meninggal di  RSUD AM Parikesit, Tenggarong Seberang Kutai Kartanegara (Kukar), pada Minggu (5/4/2020). Pasien memiliki riwayat penyakit hepatitis B. 

“Di rapid test hasilnya positif, kemudian langsung diambil swab dikirim ke provinsi. Artinya kami belum bisa menyebutkan pasien ini positif (corona) sampai ada hasil swab,” kata Martina Yulianti, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kukar.

Beberapa waktu lalu publik Kaltim juga dihebohkan adanya dua pasien asal Kubar yang menjalani rapid test dengan hasil positif. Buru-buru Pemkab Kubar langsung melakukan isolasi dan perawatan intensif kepada mereka. Sebelumnya lagi, di Berau kasus serupa terjadi, satu pasien menjalani rapid test dengan hasil positif. Sama, pasien ini juga langsung diisolasi. 

Bagaimana sebenarnya rapid test ini bekerja? 

Andi Muhammad Ishak, Plt Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, menyebut rapid test tidak digunakan untuk menyatakan pasien positif Covid-19. Rapid test digunakan untuk menjaring dan memetakan kasus.

"Rapid test hanya untuk menjaring, bukan alat untuk mendiagnosis orang yang melakukan tes positif Covid-19 atau tidak," kata Andi, Rabu (8/4/2020). 

Untuk mendapatkan hasil akurat positif atau negatif, protokolnya harus menunggu hasil lab dari periksaan swab pasien tersebut. 

Artinya, orang yang positif saat rapid test, belum tentu terkena Covid-19. Sebab, rapid test digunakan untuk mendeteksi antibodi bekerja atau tidak. Kalau bekerja, diduga ada virus dalam diri bersangkutan.

Tapi virus itu belum tentu Covid-19. Virus lain yang berada dalam tubuh orang tersebut, turut akan menghasilkan nilai serupa, padahal virus itu bisa jadi tidak berbahaya.

"Virus itu kan banyak macamnya ya, corona sendiri banyak,  SARS dan MERS. Virus-virus lain ini juga memunculkan nilai serupa di rapid test. Jadi mungkin dia pernah terkena virus sebelumnya hingga memunculkan antibodi," jelasnya.

Sementara itu, untuk tingkat akurasi rapid test, Andi menyebut memiliki tingkat akurasi antara 80-90 persen.

Akurasi itu makin meningkat bila melakukan tes di waktu yang tepat pula. sekitar 5-7 hari setelah waktu dugaan kontak. Di bawah waktu itu hasil biasanya tidak bisa keluar.

Meski bisa jadi bukan Covid-19, bagi mereka yang mendapatkan hasil positif saat rapid test diwajibkan melakukan karantina mandiri di rumah. Itu dengan catatan bila gejala medis ringan. Petugas kesehatan juga akan memantau perkembangan kesehatan yang bersangkutan secara ketat.

"Bila gejala berlanjut dan makin parah, yang bersangkutan akan diisolasi ke rumah sakit, sambil menunggu hasil uji swab," pungkasnya. (*)

Cara Kerja Rapid Test

Berikut tata cara pemeriksaan sampel virus corona dengan metode rapid test, seperti dikutip dari Kumparan.com:

(1) Petugas akan mengusap ujung jari pasien dengan kapas alkohol yang juga termasuk dalam paket alat rapid test. Setelahnya, sampel darah akan diambil dari ujung jari dengan jarum lancet sekali pakai.

(2) Selanjutnya, petugas menyiapkan pelat strip untuk identifikasi keberadaan antigen dalam darah. Darah sebanyak 10 mikroliter ditetesi pada pelat strip, lalu dicampur dua tetes larutan penyangga. 

(3) Ada tiga indikator penanda antibodi dalam strip tersebut: “C”, “IgG”, dan “IgM”. IgG merupakan jenis antibodi yang paling banyak terdapat dalam darah. Sedangkan antibodi IgM terbentuk saat pertama kali sistem imun berhadapan dengan patogen. 

(4) Dalam 15 menit, jika muncul garis merah pada indikator “C”, maka hasilnya negatif. Sedangkan hasil positif jika garis merah muncul dalam satu dari formasi berikut: “C”-”IgG”-”IgM”, “C”-”IgM”, atau “C”-”IgG”. (tim redaksi Diksi) 

 

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews