DIKSI.CO, SAMARINDA – Sebagai negara dengan keasrian hutan yang dikagumi dunia internasional, Indonesia tentunya diberkahi dengan segudang kekayaan alamnya yang melimpah, seperti kehidupan flora dan fauna yang beragam.
Akan tetapi, sifat ketamakan justru menjadi boomerang bagi ekosistem alam nan eksotis itu sendiri.
Dan satu di antaranya, yakni perdagangan satwa liar yang dilindungi Undang-Undang.
Untuk diketahui, Balai Gakkum LHK Kalimantan, bersama dengan Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim dan Polresta Samarinda, beberapa waktu sebelumnya berhasil menggagalkan upaya perdagangan satwa dilindungi, yakni 167 burung Cucak Hijau, 5 Burung Enggang/Rangkong Julang Jambul Hitam / serta satu ekor Burung Elang Ikan Kepala Kelabu.
Dijelaskan Koordinator Polhut BKSDA Kaltim, Suryadi, berdasarkan klasifikasinya, Burung Enggang/Rangkong Julang Jambul Hitam dan Burung Elang Ikan Kepala Kelabu masuk dalam daftar Appendix II.
“Artinya spesies tersebut tidak terancam punah. Tetapi bila terus terusan diburu dan diperdagangkan populasinya akan terancam,” ungkap Suryadi saat dikonfirmasi, Sabtu (13/6/2020)
Suryadi mengatakan, pihaknya sejak dulu telah mengkhawatirkan adanya aktivitas perdagangan satwa dilindungi ini. Dan para pelaku terkadang menjualnya baik dalam keadaan hidup ataupun mati.
“Dari kasus yang beberapa kali kami tangani, proses penyidikannya selalu putus. Burung Enggang ini kan salah satu hewan khas Kalimantan, tetapi kini ada indikasi populasinya mulai berkurang,” terang Suryadi.
“Kalau dulu kita sering menjumpainya di kawasan perkotaan. Tetapi sekarang sulit menemukannya,” sambungnya.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, ujar Suryadi, Burung Enggang sendiri dihargai sebesar Rp 750 ribu – Rp 1 juta untuk pasar lokal dalam keadaan hidup. Namun, harganya akan melonjak tajam jika satwa ini diperdagangkan di pasar internasional.
Berbeda dengan burung Enggang, lanjut Suryadi, spesies burung Elang Ikan Kepala Kelabu ini kerap diperdagangkan untuk dipelihara. Padahal rata-rata burung Elang sangat dilindungi oleh pemerintah.
“BKSDA sendiri melihat Burung Elang ini dilindungi karena mempertahankan estetika dan endemiknya. Elang ini kan biasanya tidak dikonsumsi, melainkan untuk kesenangan pribadi,” paparnya.
Pemerintah sendiri tidak tinggal diam untuk menekan tergerusnya populasi satwa dilindungi.
Perizinan untuk memelihara satwa dilindungi sebagai kesenangan dan perdagangan telah diatur dalam Undang-Undang.
“Jadi tergantung appendixnya. Kalau masuk di Appendix I maka harus atas izin dari presiden. Kalau Appendix II ke bawah masih bisa dimanfaatkan, selama itu merupakan keturunan keduanya,” tutup Suryadi. (tim redaksi)