DIKSI.CO, BALIKPAPAN - Aliansi Akademisi untuk Kinipan menggelar konferensi pers dengan tajuk "Dari Akademisi untuk Kinipan, Kembalikan Hak MHA Laman Kinipan" melalui virtual zoom, Kamis (22/7/2021).
Konferensi pers ini dihadiri oleh Masyarakat Hukum Adat (MHA) Laman Kinipan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangkaraya, dan berbagai akademisi lain.
Hal ini dilakukan untuk mendesak Pemerintah untuk menjalankan kewajiban konstitusional dengan memberikan pengakuan secara penuh kepada Masyarakat Hukum Adat Laman Kinipan.
Masyarakat Hukum Adat Laman Kinipan, telah melakukan upaya mengidentifkasi wilayah adatnya, pengajuan permohonan pengakuan wilayah adat dan hak-hak tradisionalnya kepada Pemerintah Daerah, hingga upaya gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Namun usaha yang dilakukan oleh MHA Laman Kinipan selama bertahun-tahun hingga sekarang ini belum membuahkan hasil.
"Pemerintah daerah tidak jemput bola, kita punya keinginan buat untuk pengakuannya, seharusnya mereka jangan hanya mengejar Sumber Daya Alam kami, tetapi Sumber Daya Manusia juga harus diperhatikan karena banyak dari kami yang tidak paham administrasi," kata Effendi Buhing selaku Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan saat konferensi pers.
Effendi mengatakan terlebih soal verifikasi di lapangan bahwa ada 1 desa yang belum sinkron, tapi pemerintah tidak turun ke lapangan untuk memverifikasi ini.
Keadaan ini dipersulit lagi dengan masuknya perusahaan sawit PT. Sawit Mandiri Lestari (PT. SML) di area Laman Kinipan.
"Kalau tata batas saja belum selesai kenapa ada ijin perusahaan di daerah kami, nah ini agak aneh bagi kami karena sebelumnya tidak pernah sepeti ini. Tapi kami tetap berusaha," ujarnya.
Menanggapi hal ini, Pengamat Hukum dan Politik dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah atau akrab disapa Castro mengatakan hukum administasi cenderung menjadi penghambat atau penghalan untuk pengakuan terhadap komunitas Masyarakat Hukum Adat Laman Kinipan.
"Menguatkan dugaan kita bahwa selain hukum administrasi yang dipakai untuk menindas, atau menjadi tembok penghalang pengakuan masyarakat," kata Castro.
Bukan hanya hukum administrasi bahkan kasus kelompok Effendi Buhing yang menjadi tersangka terkait hal ini tidak ada kejelasan status hukumnya.
"Bahkan kecenderungan hukum pidana dapat digunakan sebagai alat penggebuk atau kriminalisasi terhadap Masyarakat Hukum Laman Kinipan," ujarnya.
Terlebih, Masyarakat Hukum Adat Laman Kinipan yang terletak di Desa Kinipan Kecamatan Batang Kawa Kabupaten Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah ini hidup berdampingan dengan hutan adat yang diyakini sebagai sumber penghidupan yang menyediakan seluruh kehidupan dan kebutuhan hidup bagi mereka.
Hutan adat ini menyediakan bahan baku bangunan, menyediakan rempah-rempah, obat-obatan, dan juga sumber sumber perekonomian lainnya.
Selain itu, hutan adat diyakini menjadi tempat bersemayamnya leluhur mereka untum menjaga harmonisasi kehidupan masyarakat adat Laman kinipan.
"Namun tekanan ekspansi sawit atas nama pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat, justru telah merenggut ruang hidup masyarakat Laman Kinipan.
Sejatinya pembangunan itu berkeadilan dalam mensejahterakan rakyat, bukan sebaliknya memperteguh kapitalisme, menegaskan relasi kuasa oligarki, dan melanggengkan praktik-praktik korupsi Sumber Daya Alam yang berbasis perizinan usaha. (tim redaksi Diksi)