DIKSI.CO, SAMARINDA - Menanggapi aksi demo tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Samarinda pada Kamis (5/10/2020) lalu dinilai tak sesuai standar operasional prosedur (SOP) pengamanan unjuk rasa.
Kata Herdiansyah Hamzah selaku Pengamat Hukum di Kota Tepian menilai pengamanan aksi yang dilakukan Korps Bhayangkara telah bertentangan dengan Peraturan Kapolri (Perkap) nomor 9 Tahun 2008 tentang Pengamanan dan Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
"Ya polisi pasti akan sebut sudah sesuai SOP. Tapi faktanya di lapangan kan tidak begitu. Di dalam Perkap 9/2008 mestinya yang dikejar itu mereka-mereka yang melalukan anarkis atau vandalisme," kata Herdiansyah Hamzah yang karib disapa Castro sore tadi.
Sebab pengamanan petugas, kata Castro, polisi tak berhak melakukan perlawanan balik kepada para pengunjuk rasa, terlebih melakukan aksi kekerasan.
"Bahkan bisa dikatakan penganiayaan. Kan faktanya terbalik," kata Castro lagi.
Mestinya, lanjut Castro, aparat kepolisian bisa membedakan antara pelaku vandalisme dan pelaku unras yang tidak melanggar hukum. Pengamanan pun tidak bisa diberlakukan secara generalisir.
"Saya malah khawatir mulai dari Kapolri, Kapolda, Kapolres dan jajarannya malah lupa dengan peraturannya sendiri. Kan mereka pernah buat. Itu kan sudah jelas. Mesti dibedakan jangan sapu rata tanpa pandang bulu seperti pakai kaca mata kuda," lanjutnya.
Selain soal pengamanan, Castro juga menyorot dua mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka. Menurut Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda uraian peristiwa hukum harus diikutsertakan jika adanya tindakan penganiayaan. Dan, menyebutkan siapa yang menjadi korbannya.
"Untuk disebut sebagai tindakan penganiayaan harus dijelaskan dalam uraian hukum. Kenanya siapa, lukanya apa. Jadi belum bisa dikonfirmasi adanya penganiayaan atau tidak karena belum dijelaskan dan itu semua harus digelar," terangnya.
Castro juga menilai aneh jika salah satu massa demonstran ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan, tetapi beberapa oknum yang diduga polisi berpakaian sipil tidak dijerat hal serupa.
"Aneh menurut saya jika ditetapkan pasal penganiayaan tetapi banyak mereka yang diduga aparat berpakaian sipil atau intelegen itu melakukan penganiayaan. Saya pikir itu bukan lagi pengaman ujuk rasa itu penganiayaan apalagi dilakukan yang berpakaian sipil itu jatuhnya penganiayaan dan harus diproses," tukasnya. (tim redaksi Diksi)