DIKSI.CO, SAMARINDA - Masalah perlindungan perempuan dan anak jadi isu penting yang dibahas di Debat Publik Kedua Pilkada Samarinda 2024.
Kegiatan tersebut berlangsung di Hotel Mercure, Jalan Mulawarman, Sabtu (9/11/2024) malam.
Dalam debat itu, panelis melalui moderator mengajukan pertanyaan kepada pasangan calon (paslon) Wali Kota Samarinda dan Wakil Wali Kota terkait kebijakan mereka dalam upaya pencegahan kekerasan dan perlindungan bagi perempuan dan anak.
Diketahui, mengacu pada data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) yang dikelola oleh Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP3A) yang dirilis pada Februari 2024, menunjukkan bahwa Samarinda tercatat sebagai wilayah dengan kasus kekerasan terbanyak, dengan 57 laporan yang melibatkan 196 korban, 127 di antaranya adalah anak-anak.
Lebih mencengangkan lagi, mayoritas korban adalah perempuan, dengan 38 orang mengalami kekerasan seksual, 30 orang mengalami kekerasan fisik, dan 15 orang mengalami kekerasan psikis.
Merespon pertanyaan itu, Calon Wali Kota Samarinda Andi Harun menyampaikan pandangannya mengenai upaya penanggulangan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Ia menjelaskan bahwa permasalahan ini harus dilihat dari tiga perspektif utama yaitu regulasi, struktural, dan kultural.
"Secara umum, kita menghadapi tiga hal dalam menangani masalah ini: pertama regulasi, kedua struktural, dan ketiga kultural," ujar Andi Harun dalam sesi debat.
Ia menjelaskan bahwa peraturan yang mendukung perlindungan perempuan dan anak sudah cukup lengkap.
"Regulasinya sudah ada, seperti Perda Nomor 3 Tahun 2023 tentang perlindungan perempuan dan anak, Instruksi Wali Kota Nomor 3 Tahun 2023, serta Perda tentang perdagangan orang. Bahkan, kita sudah memiliki lembaga struktural yang menangani masalah ini, seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta UPTD yang ada di enam kecamatan," ungkapnya.
Selain itu, Andi Harun juga mengungkapkan bahwa masyarakat turut dilibatkan dalam upaya perlindungan.
"Kami telah membentuk 23 Kelurahan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat dan Forum Kekerasan Rumah Tangga di 59 kelurahan. Forum ini melibatkan berbagai pihak, termasuk Kapolresta, yang telah melakukan pelatihan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak," ujarnya.
Namun, meskipun telah ada banyak langkah yang diambil, AH menyadari bahwa upaya perlindungan ini harus terus dievaluasi.
"Program ke depan yang akan kami jalankan adalah evaluasi secara menyeluruh, termasuk program Kelurahan Ramah Perempuan dan Anak. Ini tidak bisa berjalan hanya di tingkat pemerintah, tapi juga membutuhkan partisipasi masyarakat hingga tingkat RT, LPM, PKK, dan seluruh elemen masyarakat lainnya," tuturnya.
Ia juga mengungkapkan pentingnya peran penyuluhan dalam masyarakat.
"Penyuluhan memang sudah dilakukan, namun apakah itu sudah cukup? Kami akan memperkuat program-program yang lebih teknis agar masyarakat memiliki kepedulian tinggi terhadap perlindungan perempuan dan anak,"ujarnya.
Menariknya, ia menjelaskan bahwa fenomena meningkatnya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak ini tidak lepas dari dampak pandemi COVID-19.
"Data dari Komnas Perempuan menunjukkan bahwa angka kekerasan terhadap perempuan dan anak melonjak sejak pandemi Covid-19. Keterbatasan ekonomi dan perubahan dalam pola hidup akibat WFH (Work From Home) memicu peningkatan kekerasan. Ini adalah masalah yang harus kita hadapi bersama," jelasnya.
Andi Harun pun menegaskan bahwa perlindungan perempuan dan anak bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat.
"Kami berkomitmen untuk bersama-sama dengan seluruh pihak, termasuk masyarakat dan kelompok-kelompok yang peduli, untuk mengatasi masalah ini perlindungan perempuan dan anak harus menjadi prioritas bersama," pungkasnya. (*)