Minggu, 24 November 2024

Buntut Pelanggaran Protokol Kesehatan Covid-19, Pemkot Samarinda Tutup Sementara Citra Niaga dan Tepian Mahakam

Koresponden:
Achmad Tirta Wahyuda
Senin, 21 September 2020 11:19

Suasana di Citra Niaga Samarinda/ Diksi.co

DIKSI CO, SAMARINDA - Sejumlah 2 lokasi pusat perputaran roda ekonomi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Samarinda, Citra Niaga dan Tepian Mahakam akan ditutup sementara oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda.

Kebijakan menutup sementara 2 tempat tersebut merupakan buntut dari giat operasi disiplin penerapan protokol kesehatan Covid-19 oleh Tim Satgas Covid-19 Kota Samarinda.

Dalam surat pemberitahuan yang ditandatangani oleh Ketua Satgas Covid-19 Kota Samarinda, Syaharie Jaang, penutupan sementara berlaku sejak tanggal 23 September - 29 September 2020.

Menanggapi sanksi yang dikeluarkan oleh Pemkot Samarinda, Co-founder Kopi Sajen Fachrizal mengaku, sudah mengetahui rencana penutupan itu. Hanya saja baru dari soft copy.

Tapi, mereka akan tetap mengikuti aturan tersebut. Namun, mereka sudah menyiapkan strateginya.

Pelaku usaha tongkrongan anak muda ini, bersama rekan-rekan satu profesi berencana akan tetap buka. Walaupun hanya take away. Itupun menggunakan sistem online. Dari sosial media resmi Kopi Sajen. Ataupun dari chat whatsapp. Kurir pun akan disiapkan khusus dari tempat usaha miliknya.

“Pesannya dari chat. Nanti, call centernya kami infokan dari instagram kami. Juga sosial media kami yang lainnya. Toko tetap tutup. Tapi, kami ada beraktivitas,” katanya saat ditemui di kompleks Citra Niaga Samarinda, Senin (21/9/2020).

Kebijakan ini tentu akan membawa kerugian besar buat pelaku usaha. Sebab, usai rapid test masal lalu saja, pendapatan mereka turun 30 persen. Sekarang, sudah naik 20 persen. Tapi, dengan kebijakan ini, pemasukan Kopi Sajen bisa turun 60 persen.

Ditempat berbeda, Owner Jack’s Burger Ibnu Rahmadi mengaku tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Ia mengusulkan ada kebijakan seperti hanya memperbolehkan pemesanan pesan antar. Sebab selama ini, pelanggan terbanyak kafe ini berasal dari aplikasi penyedia jasa seperti Gojek ataupun Grab.

Kondisi itu diperparah lantaran kafe miliknya sudah melakukan stok opname bahan dasar seperti roti. Tak  tanggung-tanggung hingga mencapai 100 pcs roti. Biasanya roti ini habis dalam waktu tiga sampai empat hari. Sementara, daya tahannya hanya satu minggu. 

“Bisa sih bertahan lama. Tapi, pasti rasanya sudah berkurang. Kualitasnya pun sama. Makanya saya sendiri tidak setuju dengan kebijakan ini. Lebih baik kami tetap beraktivitas tapi tidak menerima pemesanan untuk makan di tempat. Melainkan bawa pulang ke rumah,” celetuknya.

Sementara itu, Plt Kepala BPBD Samarinda Hendra AH mengatakan, kebijakan ini sesuai dengan investigasi dan observasi tim dilapangan. Ternyata, banyak masyarakat yang tidak menerapkan protokol kesehatan. sesuai dengan Peraturan Wali Kota (Perwali) nomor 43 tahun 2020.

Bahkan, sebelum kebijakan ini dikeluarkan, sudah ada peringatan yang diberikan. Sehingga, pemerintah kota (Pemkot) Samarinda melalui tim gugus tugas percepatan COVID-19 memberikan sanksi tegas, dengan menutup sementara 2 lokasi itu.

"Rencana Rabu (23/9/2020) tempat nongkrong di Citra Niaga dan Tepian akan kami tutup. Ini dilakukan karena mereka telah melakukan pelanggaran berat. Jadi ditutup seminggu rencananya," katanya saat dihubungi awak media, Senin (21/9/2020).

Pun selama masa penutupan itu pedagang atau pelaku usaha masih ada yang bandel, mereka akan mendapat sanksi lebih tegas. Pencabutan izin usaha. 

"THM juga sama jika mereka melanggar kami akan tutup juga. Nanti di situ kita mengawasinya," terangnya. 

Dia pun menegaskan, kebijakan serupa juga berlaku bagi tempat-tempat nongkrong lainnya di Samarinda jika ditemukan adanya pelanggaran.

"Iya tidak menutup kemungkinan. Kalau di 2 tempat itu kan sudah berkali-kali mendapat peringatan,” ucapnya. 

Adanya sanksi tegas terhadap pelanggar prtokol Covid-19 di Kota Samarinda juga mendapat respon dari Wakil Ketua Komisi I DPRD Samarinda,Suparno. Ia menjelaskan, aturan dari pemerintah sudah sangat jelas, Permasalahannya, masyarakat mau atau tidak diatur. 

"Artinya, ini kembali ke masyarakat itu sendiri," kata Suparno.

Lanjutnya, pengusaha tidak mungkin selalu untuk memberitahu satu persatu. Atau terus menerus. Tergantung dari kesadaran masyarakat itu sendiri. Misalnya, kalau memang sudah pukul 22.00 Wita, pengunjung sudah harus pulang. Mereka juga harus menggunakan masker dari rumah.

“Kalau sudah jam 10 malam ya langsung pulang. Kalau sudah sepi kan tidak mungkin lagi pengusaha itu akan tetap buka. Karena sudah sepi pasti mereka akan tutup dengan sendirinya. Jadi, disini harus ada kesadaran dari masyarakat,” pungkasnya. (tim redaksi Diksi)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews