Serangan Maritim AS di Pasifik Timur, 14 Diduga Penyelundup Narkoba Tewas

DIKSI.CO – Militer Amerika Serikat (AS) melancarkan serangkaian serangan terhadap kapal-kapal yang diduga terlibat dalam perdagangan narkoba di perairan Pasifik Timur pada Senin (27/10) waktu setempat.
Serangan ini menewaskan sedikitnya 14 orang dan menandai eskalasi terbaru dalam kampanye pemerintah AS terhadap “terorisme narkotika”.
Dalam pernyataan yang dirilis pada Selasa (28/10), Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth menyebut serangan tersebut dilakukan atas perintah Presiden Donald Trump.
“Kemarin, atas arahan Presiden Trump, Departemen Perang melancarkan tiga serangan kinetik mematikan terhadap empat kapal yang dioperasikan oleh Organisasi Teroris yang Ditetapkan (DTO) yang menyelundupkan narkotika di Pasifik Timur,” ujar Hegseth melalui media sosial X.
Hegseth menjelaskan bahwa kapal-kapal yang menjadi target serangan dikenal oleh aparat intelijen AS, melintasi rute perdagangan narkotika yang sudah diketahui, dan membawa muatan narkotika.
“Delapan orang berada di kapal pertama, empat orang di kapal kedua, dan tiga orang di kapal ketiga. Total sedikitnya 14 narko-teroris tewas, dengan satu orang selamat,” ucapnya.
Semua serangan dilaporkan terjadi di perairan internasional dan tidak menimbulkan korban di pihak militer AS.
Komando Selatan AS segera memulai protokol pencarian dan penyelamatan (SAR) standar untuk satu korban selamat, yang kemudian dikoordinasikan bersama otoritas SAR Meksiko.
Hegseth menegaskan bahwa operasi ini merupakan bagian dari perubahan strategi AS.
“Departemen telah menghabiskan lebih dari dua dekade membela tanah air orang lain. Sekarang, kita akan membela tanah air kita sendiri,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa para tersangka yang disebut “narko-teroris” tersebut telah menewaskan lebih banyak warga Amerika dibandingkan Al-Qaeda.
“Mereka akan diperlakukan sama: kita akan melacak mereka, membangun jaringan dengan mereka, lalu memburu dan membunuh mereka,” kata Hegseth.
Serangan terbaru ini bukan yang pertama.
Sejak September 2025, militer AS telah menargetkan setidaknya 10 kapal yang diduga menyelundupkan narkoba di kawasan Pasifik dan Karibia.
Operasi-operasi sebelumnya menargetkan sembilan kapal biasa dan satu kapal semi-submersible, dengan total korban tewas mencapai sedikitnya 43 orang.
Langkah ini menegaskan fokus pemerintahan Trump pada apa yang disebutnya sebagai “terorisme narkotika,” di mana kelompok-kelompok penyelundup narkoba diperlakukan setara dengan organisasi teroris internasional.
Meski begitu, sejumlah pakar hukum dan pengamat internasional mempertanyakan legalitas serangan militer terhadap kapal-kapal yang beroperasi di perairan internasional tanpa mandat PBB.
Selain isu legalitas, ada kekhawatiran potensi eskalasi geopolitik di kawasan Amerika Latin.
Pemerintah Meksiko, yang turut terlibat dalam koordinasi SAR, menegaskan perlunya kerja sama internasional dalam menghadapi ancaman perdagangan narkoba lintas batas.
Namun, hingga kini belum ada komentar resmi dari negara-negara Amerika Latin lainnya terkait serangan ini.
Operasi militer AS yang menargetkan kapal penyelundup narkoba menunjukkan perubahan strategi signifikan.
Selama ini, penanggulangan narkoba cenderung dilakukan melalui operasi kepolisian dan pengawasan perbatasan.
Kini, AS tampak mengedepankan pendekatan kinetik dan maritim, menempatkan negara-negara penyelundup narkoba dalam daftar target yang setara dengan kelompok teroris.
Di sisi lain, kampanye ini menimbulkan pertanyaan tentang bukti independen yang memperkuat klaim AS.
Belum ada publikasi resmi yang memverifikasi bahwa kapal-kapal yang diserang memang membawa narkotika dalam jumlah besar atau merupakan bagian dari organisasi teroris yang diakui secara internasional.
Beberapa pakar hukum internasional memperingatkan bahwa tindakan semacam ini bisa menimbulkan preseden berbahaya bagi aturan hukum laut dan kedaulatan negara.
Meski begitu, Departemen Pertahanan AS menegaskan bahwa tujuan utama operasi adalah melindungi keamanan nasional Amerika Serikat dari ancaman narkotika.
Hegseth menyatakan, “Ini adalah peringatan bagi semua jaringan penyelundup: Amerika Serikat tidak akan ragu menggunakan kekuatan militer untuk melindungi rakyatnya.”
Pengamat menyebut serangan ini sebagai bagian dari pendekatan agresif pemerintah AS terhadap perdagangan narkoba internasional, yang menekankan operasi militer di laut dibandingkan upaya diplomasi dan kerja sama regional.
Namun, efektivitas jangka panjang dari strategi ini masih diperdebatkan, mengingat jaringan perdagangan narkoba bersifat dinamis dan sulit dipatahkan hanya dengan operasi militer.
Dengan total korban tewas 14 orang dalam serangan terbaru, dan lebih dari 50 orang dalam serangkaian serangan sejak September, kampanye militer AS terhadap kapal penyelundup narkoba terus memicu perdebatan internasional, baik dari sisi legalitas maupun efektivitas strategi. (*)