DIKSI.CO – Sebuah memo dari Wakil Ketua DPRD Banten, Budi Prajogo, memicu kontroversi usai diketahui berisi permintaan agar seorang calon siswa dibantu untuk diterima di salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) di Kota Cilegon.
Memo tersebut ditandatangani langsung oleh Budi dan mencantumkan kop serta stempel DPRD Banten.
Yang menjadi sorotan, siswa yang disebut dalam memo tersebut tidak lolos seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2025 melalui jalur domisili karena tergeser oleh peserta lain dengan nilai rapor lebih tinggi.
“Siswa itu tergeser oleh siswa lainnya pada mekanisme jalur domisili. Pada SPMB ini yang memerhatikan nilai rapor dari para siswa,” ujar Budi melalui rilis resmi kepada wartawan, Sabtu (28/6/2025).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu membantah telah melakukan intervensi terhadap proses seleksi di sekolah.
Ia mengklaim hanya menandatangani memo karena merasa iba terhadap keluarga siswa tersebut.
“Diterima tidaknya, saya serahkan semua kepada pihak sekolah tanpa ada intervensi apa pun,” tegas Budi.
Stempel DPRD Disebut Dibubuhkan Tanpa Izin
Dalam klarifikasinya, Budi juga mengaku tidak mengetahui bahwa stempel DPRD Banten telah dibubuhkan dalam memo tersebut.
Ia menyebut hal itu dilakukan oleh stafnya tanpa sepengetahuan atau persetujuannya.
“Pak Budi sudah menyadari itu keteledorannya, dan siap menerima sanksi apa pun yang akan diberikan partai,” ujar Ketua DPW PKS Banten, Gembong Rudiansyah Sumedi dikutip dari Kompascom.
Menurut Gembong, memo itu dibuat oleh staf Budi untuk membantu tetangganya yang berasal dari keluarga tidak mampu.
Ia menegaskan bahwa partai telah memberikan peringatan kepada Budi Prajogo dan menyerahkan penanganan kasus kepada Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO) DPP PKS.
“Kami di PKS punya BPDO yang akan bekerja berdasarkan masukan dan informasi yang ada. Kami dari DPW memberikan data dan informasi yang terjadi,” imbuh Gembong.
Cederai Prinsip Keadilan dalam Pendidikan
Kasus ini menimbulkan sorotan tajam dari publik, karena dinilai mencederai prinsip transparansi dan keadilan dalam proses seleksi pendidikan di sekolah negeri.
Meskipun siswa yang dimaksud tidak diterima, penggunaan atribut resmi lembaga negara dalam memo tersebut dinilai menyalahi etika pemerintahan.
Sejumlah pengamat pendidikan dan masyarakat sipil mendesak agar kejadian serupa tidak terulang dan meminta adanya pengawasan lebih ketat dalam PPDB agar tidak membuka ruang “titipan” dari pihak mana pun.
Budi Prajogo sendiri telah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.
“Saya meminta maaf kepada seluruh pihak atas kegaduhan ini,” pungkasnya. (*)